Pluralisme UUD 1945

Dalam kacamata sejarah Indonesia, pluralisme merupakan titik pijak utama pendirian Negara indonesia. Kemudian, secara tegas pluralisme itu dijadikan oleh para penyusun UUD pada saat merumuskan UUD 1945. Atas dasar itu, UUD 1945 dapat dikatakan sebagai titik pertemuan / konvergensi atas perbedaan-perbedaan yang ada. Dari hasil pencarian berbagai pustaka bahwa para pendiri Negara Indonesia mulanya memiliki gagasan beragam tentang corak kebangsaan yang hendak diwujudkan, sesuai dengan latar belakang yang hendak dimiliki. Namun, dari berbagai gagasan tersebut akhirnya mencapai titik temu untuk saling menghormati dan menghargai kelompok satu sama lain.

Dipanitia sembilan BPUPKI, yang bertugas merancang pembukaan UUD 1945, perbedaan akhirnya sampai juga pada kebulatan suara (konsensus) yang memenangkan semua pihak. Hal itulah yang dituangkan pada alinea III pembukaan UUD 1945 yang menyatakan Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya“. Pokok pikiran dalam alinea tersebut mencerminkan berpadunya pandangan dua arus politik indonesia pada saat itu yakni nasionalis sekuler dan nasionalis islam. nasioanlis sekuler berkeinginan mendasarkan kehidupan kebangsaan yang lebih bebas, memisahkan antara negara dan agama, sementara nasioanalis islam ingin melandaskan perjuangannya atas dasar agama Islam.

Titik temu itu menghasilkan kesepakan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler dan juga bukan negara agama. Atau, dalam khasanah ilmu, indonesia disebut sebagai religious-nation state. Itu jalan tengah terbaik sehingga UUD 1945 tak menghendaki negara agama yang dijalankan oleh satu agama tetapi negara ber-agama yang dijalankan oleh berbagai agama.

Dalam dasar negara pancasila yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, pluralisme merupakan salah satu landasan utamanya. Sila pertama, Ketuhanan yang maha esaHal ini menegaskan bahwa karakter indonesia sebagai religious-nation state. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap warga negara indonesia memperoleh perlakuan yang adil dan beradab. Sementara dalam makna luas, bangsa ini menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sehingga setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa diskriminasi. Sila ketiga, Persatuan indonesiaHal ini menggambarkan bahwa bangsa ini merupakan satu ke-satuan yang dilandasi dengan adanya kesadaran serta penghormatan atas perbedaan dan keragaman latar belakang. Sebab dari awal sudah dipahami bahwa keberagaman itulah yang menyokong penuh berdirinya negara ini. Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilanHal ini menjelaskan karakter dan nilai khas bangsa ini yakni kebersamaan dan mengedepankan musyawarah dalam menentukan sesuatu demi kepentingan bersama. Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesiaHal ini mencakup tiga bentuk keadilan, baik keadilan distributif, legal maupun komutatif. Pertama, keadilan distributif menyangkut hubungan negara terhadap warga negara, artinya negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam membagi kemakmuran, kesejahteraan, subsidi, dan kesempatan untuk hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban yang setara dan seimbang. Kedua, keadilan legal yaitu keadilan dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara dengan dircerminkannya dalam bentuk ketaatan terhadap peraturan perudang-undangan yang berlaku dalam negara. Ketiga, keadilan komutatif yaitu keadilan antara warga dengan warga lainnya secara timbal bailk.

Dalam UUD 1945, anutan pluralisme itu mendapat tempat istimewa dan ditegaskan spesifik melalui frasa-frasa dalam ketentuan UUD 1945 seperti frasa Negaramengakui“, “memelihara“, “menghormati“, “menjamin“, dan memberikan perlindungan“, terhadap keberagaman bangsa indonesia. Hal ini dapat ditemukan pada pasal 18, pasal 28, dan pasal 29 UUD 1945. Dalam pasal 18 terdapat pengakuan, penghormatan sekaligus perhatian mengenai adanya kekhususan dan keberagaman daerah di indonesia.

Jaminan pengaturan yang adil atas hubungan keuangan, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terdapat pada pasal 18A Ayat (2). Kemudia pengakuan atas satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa termuat pada pasal 18B Ayat (1). Selain itu pengakuan terhadap masyarakat hukum adat beserta hak-hak adatnya yang masih hidup dicantumkan dengan jelas pada pasal 18B Ayat (2) termasuk juga pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah.

Frasa “setiap orang” sebagaimana terdapat pada pasal-pasal mengenai Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 menunjukan bahwa UUD 1945 memberikan jaminan dan perlindungan kepada setiap warga negara tanpa perlu mempertimbangkan apa dan darimana latar belakangnya. Pasal 28E Ayat (1) misalnya menyebutkan bahwa “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya..” ketentuan ini menunjukan bahwa negara memberikan kebebasan tersebut kepada setiap orang tanpa terkecuali. Begitu juga, di pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa , “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Dari sudut ini, kebebasan beragama sudah jelas dan terang benderang. Jaminan negara terhadap kemerdekaan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya merupana bukti bahwa UUD 1945 menerima, mengakui, sekaligus menganut pluralisme. berdasarkan ketentuan-ketentuan UUD 1945 tersebut, semua warga negara indonesia dengan segala identitas, kultural, suku, agama, wajib dijamin dan dilindungi oleh negara. ini juga berarti bahwa negara tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap warganya dengan dalih dan alasan apapun.

 

2 respons untuk ‘Pluralisme UUD 1945

Tinggalkan komentar